Ada banyak pemberitaan bernada negatif mengenai pinjaman online (pinjol). Namun sebenarnya ada juga pinjol resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pinjol memang cukup populer belakang waktu ini. Salah satunya adalah syarat meminjam pinjol pun tak sulit dibandingkan dengan bank atau koperasi.
Selain itu juga tidak perlu waktu lama yakni kurang dari 24 jam hingga dana dikirimkan ke peminjam.
Namun perlu diingat untuk meminjam secara bijaksana, ungkap sejumlah perencana keuangan yang dirangkum CNBC Indonesia.
Salah satunya tidak melakukan pinjaman lebih dari 30% gaji bulanan. Dengan begitu bisa lebih mudah saat melunasi utangnya.
Selain itu juga perlu memperhatikan fakta suku bunga pinjol. Sebab cenderung lebih tinggi dengan tenor cicilan yang lebih ringkas.
Perlu diingat juga untuk tetap membayar utang pada pinjol resmi. Jika tidak, ada risiko bagi para peminjam.
Berikut tiga risiko bagi nasabah yang tidak membayar utang, berdasarkan sejumlah keterangan OJK dan Satgas Waspada Investasi (SWI):
1. Masuk Blacklist SLIK OJK
Saat pengajuan pinjaman, peminjam akan diminta data pribadi mulai dari KTP, KK, NPWP, akun internet banking dan slip gaji. Syarat ini berguna untuk perusahaan fintech bisa mengetahui identitas diri nasabah misalnya nama lengkap, alamat rumah, pekerjaan, alamat kantor, nomor kontak dan orang terdekat.
Data ini akan dilaporkan ke OJK jika tidak bisa melunasi pinjaman. Nantinya akan dimasukkan ke dalam daftar hitam layanan pinjaman. Ini sebelumnya bernama BI checking dan digantikan dengan Sistem Layanan informasi Keuangan (SLIK OJK).
SLIK ini merupakan catatan informasi mengenai riwayat debitur bank dan lembaga keuangan lain. Khususnya informasi tentang lancar atau tidaknya pembayaran kredit.
Catatan di dalamnya merupakan pertukaran antar bank dan lembaga keuangan. Isinya adalah identitas debitur, agunan, pemilik dan pengurus yang jadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, dan kredit macet.
Jika ada di dalam daftar hitam, maka bisa mendapatkan masalah. Bahkan tidak bisa lagi mengajukan bantuan keuangan dari lembaga keuangan.
Sebaiknya pastikan skor kredit selalu positif. Caranya membayar tagihan dari pinjol selalu tepat waktu. Selain itu masuk juga ke dalam catatan hitam dari Pefindo Biro Kredit.
2. Denda dan Bunga yang Menumpuk
Jika telat membayar pinjaman maka akan ada denda yang dibebankan kepada peminjam. Beban ini terus menumpuk dan membuat jumlah utang menjadi makin banyak.
Bunga yang dibebankan pun juga makin tinggi. Jadi tidak butuh waktu lama hingga jumlah utang menjadi besar dan sulit dilunasi.
Salah satu yang bisa jadi solusi adalah dengan mengajukan keringanan bunga atau memperpanjang tenor. Cara ini dapat membuat nominal cicilan menjadi terjangkau dan bisa dilunasi.
3. Debt Collector yang Meresahkan
Debt Collector akan melakukan penagihan pada peminjam. Namun sebenarnya aktivitas ini diatur ketat oleh Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI).
Untuk awal penagihan melalui SMS, email dan telepon. Namun jika tak kunjung membayar maka tim collection akan mendatangi rumah peminjam atau menghubungi orang-orang terdekat.
Jika terus didatangi oleh debt collector maka bisa mengganggu aktivitas sehari-hari dan orang sekitar.
OJK juga pernah menyampaikan penagihan yang dilakukan fintech lending. Yakni maksimal 90 hari dan denda yang dibebankan maksimal 100% dari total pokok pinjaman.
“Konsekuensinya nasabah peminjam akan dimasukkan ke daftar peminjam yang tidak bayar pinjaman. Mereka tidak akan dapat pinjaman dari P2P lending dan perbankan lagi,” jelas Hendrikus di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (6/3/2019). [Red]
Sumber: CNCB Indonesia
ยฉ Intermedia Corporation
Pengunjung: 594
Terkait: