Tim Advokasi: Persidangan Kasus Pembunuhan Jurkani Semakin Gelap
Sidang kasus pembacokan |
Sidang kasus pembacokan brutal yang menyebabkan seorang advokat, Jurkani, meninggal dunia kembali digelar di Pengadilan Negeri Batulicin. Dalam sidang tersebut, hadir dua orang sebagai saksi.
Mereka adalah Susilo dan Teguh yang dihadirkan secara daring dari Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Keduanya merupakan tim pengamanan yang ikut dalam rombongan Jurkani ketika mengadvokasi penambangan ilegal di Desa Bunati, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dalam keterangan yang kumparan terima dari Tim Advokasi Jurkani, keduanya memberikan kesaksian bahwa pada saat kejadian, rombongan mereka diadang oleh mobil Fortuner warna hitam. Sejumlah mobil lain kemudian turut berdatangan.
Mobil-mobil tersebut menutup lajur mobil rombongan saksi dan menyerang Jurkani yang berada di dalam mobil. Pada saat itu, mereka tengah disibukkan mengadang para penyerang yang berada di depan mobil rombongan.
Menurut Tim Advokasi Jurkani, kesaksian itu mementahkan pernyataan dari Polres Tanah Bumbu yang menyebut Jurkani diserang oleh sekelompok orang mabuk yang kesal karena lajur mobilnya dihalangi oleh mobil korban saat menuju wisata pantai di sekitar Desa Bunati.
Tim Advokasi Jurkani membantah dengan tegas pernyataan tersebut berdasarkan keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti di persidangan.
“Pada dasarnya tidak ada yang berbeda dari keterangan kedua saksi pada agenda pemeriksaan hari ini dengan saksi Suwandi yang sebelumnya telah diperiksa. Mereka menegaskan setidaknya ada sekitar 20 orang pada saat kejadian dan kebanyakan membawa parang,” kata anggota Tim Advokasi Jurkani, Luthfi Yazid, dalam keterangannya, Selasa (4/1).
“Hal ini semakin membantah pernyataan Polres Tanah Bumbu yang mengatakan kejadian pembacokan Jurkani diakibatkan karena salah paham, mabuk, ataupun hal lainnya, namun memang telah direncanakan sebelumnya,” sambung dia.
Luthfi pun menyayangkan cara kerja penyidik yang dinilainya cenderung enggan mencari aktor intelektual kasus pembacokan ini. Tak hanya itu, ia juga mengkritisi sikap Pengadilan Negeri Batulicin yang dipandang seakan menutup-nutupi jalannya proses persidangan ini.
“Salah satu rekan kami mencoba untuk menghadiri langsung persidangan di Batulicin namun dilarang masuk oleh satpam dikarenakan sidang dilangsungkan secara daring. Setelah beberapa saat, rekan kami kembali lagi dan diizinkan masuk. Diarahkan ke ruang persidangan yang hanya terdapat 1 orang saja yang diduga panitera, dan diminta untuk menyaksikan persidangan melalui TV. Hal ini jelas telah melanggar prinsip peradilan yaitu terbuka untuk umum,” ucap Wakil Presiden Kongres Advokat Indonesia itu.
Saat ini. Tim advokasi juga telah menerima balasan dari Mahkamah Agung terkait permohonan pemindahan tempat persidangan tertanggal 24 Desember.
MA, dalam surat tersebut, menyebut permohonan tersebut seharusnya diajukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Batulicin atau Kepala Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu yang ditandatangani oleh kedua instansi tersebut ditambah dengan Kapolres Tanah Bumbu.
Menanggapi hal tersebut, tim advokasi menganggap bahwa persyaratan yang diminta oleh Mahkamah Agung sangat mustahil untuk didapatkan.
“Persyaratan tersebut (yang diminta oleh MA) sangat mustahil untuk didapatkan karena justru adanya kekhawatiran intervensi dari para mafia tambang terhadap ketiga instansi yang dimaksud lah alasan kami mengajukan pemindahan tempat persidangan. Situasi ini membuat proses penegakan hukum menjadi semakin gelap,” ucap tim advokasi lainnya, Muhamad Raziv Barokah.
Jurkani merupakan advokat yang meninggal saat mengadvokasi penambangan ilegal di wilayah Tanah Bambu, Kalsel. Peristiwa penyerangan terhadap Jurkani terjadi pada tanggal 22 Oktober 2021.
Pada tanggal tersebut, tepatnya menjelang Magrib, Jurkani sedang menjalankan tugasnya sebagai advokat melakukan advokasi di wilayah tambang di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan.
Di lokasi pertambangan, Jurkani yang ditemani oleh beberapa rekannya sempat berdebat dengan sejumlah orang. Peristiwa itu berujung pembacokan yang menjadi penyebab meninggalnya Jurkani.
Dari penelusuran Komnas HAM, diduga ada 10 orang yang menjadi pelaku penganiayaan Jurkani ini. Komnas HAM juga menemukan fakta berbeda bahwa penganiayaan Jurkani bukan dilakukan oleh pelaku saat mabuk dan lainnya, tetapi diduga disengaja.
“Jumlah terduga pelaku penyerangan lebih dari 10 orang, diduga kuat penyerangan sudah ditargetkan (targeted attack) dan diduga dilakukan secara sadar serta ada upaya penghilangan barang bukti oleh para terduga pelaku,” kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, dalam keterangannya, Rabu (15/12). [Red]
Sumber: Kumparan