Opini: Pemimpin Muda, Antara Harapan dan Godaan Kekuasaan

Perusahaan Media dan Wartawan: Dua Hal yang Sering Disalahpahami

Kasus yang menimpa dua figur muda dari Lampung, Bambang Kurniawan dan Dendi Ramadhona, menimbulkan refleksi mendalam tentang dinamika kepemimpinan muda di daerah. Keduanya sempat menjadi simbol regenerasi politik: pemimpin muda dengan semangat baru, visi pembangunan, dan dukungan luas dari masyarakat. Namun, nasib serupa menghampiri mereka, sama-sama terjerat kasus korupsi, dan ironisnya, kursi kekuasaan kemudian kembali diduduki oleh sang istri.

Bambang Kurniawan, Bupati Tanggamus periode 2013–2018, tersandung kasus gratifikasi kepada anggota DPRD pada 2015. Ia disangka memberi uang ratusan juta rupiah terkait pembahasan APBD 2016. Tak lama berselang, sang istri, Dewi Handajani, justru melanjutkan estafet kekuasaan dengan terpilih menjadi Bupati Tanggamus periode 2018–2023. Pola serupa terulang di Pesawaran. Dendi Ramadhona, yang menjabat sejak 2016, kini ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek DAK fisik bidang air minum senilai Rp8,2 miliar. Menariknya, sang istri, Nanda Indira, baru saja terpilih menjadi Bupati Pesawaran periode 2025–2030.

Fenomena ini memperlihatkan dua sisi dalam politik lokal Indonesia. Di satu sisi, regenerasi kepemimpinan daerah sering dimaknai sebagai bentuk penyegaran dan peluang bagi kaum muda untuk membawa perubahan. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan serius, apakah regenerasi ini benar-benar menciptakan pemimpin baru dengan nilai-nilai integritas dan transparansi, atau hanya melahirkan “dinasti muda” yang mewarisi kekuasaan tanpa pembaruan moral?.

Opini: Pemimpin Muda, Antara Harapan dan Godaan Kekuasaan
Foto: ilustrasi

Kasus Bambang dan Dendi menunjukkan bahwa usia muda bukan jaminan bebas dari praktik korupsi. Justru dalam usia muda, ketika idealisme dan ambisi bersinggungan dengan kekuasaan. Minimnya pengalaman dalam mengelola tekanan politik dan ekonomi daerah sering membuat pemimpin muda diduga rentan terhadap bujukan kelompok kepentingan.

Namun, penting juga untuk tidak menilai bahwa semua pemimpin muda gagal. Banyak kepala daerah muda lain yang justru sukses membawa perubahan positif, karena mereka memahami bahwa kekuasaan adalah tanggung jawab.

Pada akhirnya, persoalan gratifikasi dan korupsi tidak semata-mata soal usia, tapi soal karakter, sistem, dan budaya politik yang masih menoleransi praktik “balas budi” dan penyalahgunaan jabatan. Regenerasi sejati seharusnya tidak hanya mengganti wajah, tetapi juga memperbarui nilai-nilai kepemimpinan: integritas, transparansi, dan keberanian menolak kompromi moral.

Selama politik masih dipandang sebagai alat memperkaya diri dan memperluas pengaruh keluarga, maka kisah seperti Bambang dan Dendi akan terus berulang.

Oleh: Jeffri Noviansyah
Pemimpin Redaksi Lampung7.com

Tulis Komentar anda