Gugatan Bu Siti atas Rumah Jaminan BRI Masuki Tahap Mediasi di PN Tanjung Karang

Gugatan Bu Siti atas Rumah Jaminan BRI Masuki Tahap Mediasi di PN Tanjung Karang

Bandar Lampung – Upaya hukum Siti Rupigah (Bu Siti), warga Dusun Kebon Bibit, Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan, untuk mempertahankan rumah yang menjadi jaminan kredit almarhum suaminya di Bank Rakyat Indonesia (BRI), memasuki fase baru. Gugatan perdata yang diajukan Bu Siti kini telah resmi teregister di Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan mulai memasuki proses mediasi pada Senin, 17 November 2025.

Kuasa hukum Bu Siti, Heris Kurniawan dari Kantor Hukum Handri Y. Agung & Partner, menyampaikan bahwa gugatan tersebut diajukan karena ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penjaminan dan pengalihan kredit setelah suaminya, almarhum Tukimin, meninggal dunia.

Heris memaparkan beberapa pokok persoalan yang menjadi dasar gugatan.
Pertama, terkait keabsahan novasi kredit dari almarhum Tukimin ke Siti Rupigah. Pihak penggugat menilai proses tersebut cacat hukum karena tidak melibatkan seluruh ahli waris, mengandung dugaan itikad buruk, serta dinilai tidak memenuhi unsur “sebab yang halal” sehingga dianggap batal demi hukum.

Kedua, persoalan status hak tanggungan dan objek jaminan. Rumah yang dijadikan jaminan merupakan bagian dari harta warisan, sehingga setiap perubahan perikatan atau perjanjian baru seharusnya mendapat persetujuan seluruh ahli waris.

Ketiga, tindakan BRI dalam menganalisis dan melaksanakan kredit turut dipersoalkan. Penggugat menilai bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, kurang transparan, serta diduga mengabaikan ketentuan perlindungan konsumen. Bahkan, dalam administrasi kredit tercantum kredit modal usaha, sementara modal usaha tersebut disebut tidak pernah diterima oleh Bu Siti.

Keempat, terkait perlindungan asuransi. Kredit almarhum disebut hanya tercakup oleh asuransi jaminan tanpa adanya asuransi jiwa, padahal menurut penggugat hal tersebut semestinya menjadi kewajiban bank untuk mengantisipasi risiko kematian debitur.

Akibat rangkaian masalah tersebut, pihak penggugat mengaku mengalami berbagai kerugian, mulai dari ancaman kehilangan harta warisan akibat potensi lelang, beban bunga yang terus berjalan pascanovasi, hingga tekanan psikis dan sosial akibat proses penagihan.

Dalam mediasi, Bu Siti melalui kuasa hukumnya meminta beberapa bentuk penyelesaian, antara lain pembatalan novasi serta seluruh administrasi yang menetapkan dirinya sebagai debitur, penghapusan hak tanggungan karena perjanjian pokok dinilai berubah, serta pengembalian aset waris berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2659 dan No. 1169 yang masih atas nama almarhum Tukimin.

Heris menyatakan harapannya agar mediasi dapat menghasilkan solusi yang lebih manusiawi mengingat rumah tersebut merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi Bu Siti.

“Kami berharap keadilan benar-benar hadir bagi keluarga yang selama ini merasa dirugikan,” ujarnya.

Sementara itu, kedua pihak dijadwalkan kembali mengikuti agenda mediasi lanjutan pada pekan mendatang.

Tulis Komentar anda